Rasanya kali ini entri saya panjang lebih dari biasa.
Bagaimana pun, saya tidak tahu hendak memulakannya dari mana dan bagaimana.
Rasanya, permulaannya dari pembacaan buku ini, iaitu "Travelog Misteri : Israel Kuasai Dunia oleh Mohd Nadzri Kamsin". Sebenarnya belum habis membaca pun, baru di muka surat 164 dari 285 muka surat.
Tetapi, terasa seperti satu jendela baru di buka dalam hidup saya.
Siapa pun tahu tentang Yahudi dan keangkuhannya. Namun ada beberapa perkara tentang mereka ini yang saya baru tahu.
Antaranya, ialah, Yahudi yang sangat angkuh ini rupanya dari puak Yahudi Ashkenazi yang dipercayai berasal dari Eropah Timur dan bukan dari Timur Tengah. Mereka ini dipercayai bukan dari keturunan 10 suku kaum asal Yahudi yang hilang, iaitu keturunan Bani Israel dan tiada langsung mempunyai kaitan sejarah dengan Baitul Maqdis . Mereka ini lebih Yahudi dari Yahudi sebenar iaitu Yahudi Sephardi dan Yahudi Mizrahi yang merupakan Yahudi kelas ke dua di negara haram Israel itu.
Dan buku ini juga mendekatkan saya dengan Sabra dan Shatila.
Sedih dan tragis kisah di sana walau sudah berpuluh tahun ia berlaku. Bulan September inilah kejadian di sana berlaku, di antara 16 - 18 September 1982.
Saya tahu kisah ia sedih. Tetapi sebelum ini tidak pernah membaca laporan dari orang-orang yang melihat. Jadi, kesedihan itu bersifat superficial , luaran dan tidak menembus rasa.
Down a laneway to our right, no more than 50 yards from the entrance, there lay a pile of corpses. There were more than a dozen of them, young men whose arms and legs had been wrapped around each other in the agony of death. All had been shot point-blank range through the cheek, the bullet tearing away a line of flesh up to the ear and entering the brain. Some had vivid crimson or black scars down the left side of their throats. One had been castrated, his trousers torn open and a settlement of flies throbbing over his torn intestines.
Menuruni lorong di sebelah kanan kami, tidak lebih dari 50 kaki dari pintu masuk, terdampar beberapa lapis mayat. Lebih dari sedozen mayat-mayat ini, anak-anak muda yang tangan dan kaki mereka merangkul antara satu sama lain dalam kesakitan menghadapi kematian. Semuanya ditembak dari jarak dekat, peluru tersebut menembusi pipi, meratah daging hingga ke telinga dan memasuki otak . Ada di antara mereka yang punya kesan lebam di sebelah kiri leher mereka. Ada seorang yang alat kemaluannya telah dipotong, bajunya terbuka dan sekumpulan lalat menghurung bukaan ususnya yang terkeluar.
The eyes of these young men were all open. The youngest was only 12 or 13 years old. They were dressed in jeans and coloured shirts, the material absurdly tight over their flesh now that their bodies had begun to bloat in the heat. They had not been robbed. On one blackened wrist a Swiss watch recorded the correct time, the second hand still ticking round uselessly, expending the last energies of its dead owner.
Mata anak-anak muda ini semuanya terbuka. Yang paling muda hanya berusia 12 atau 13 tahun. Semuanya berseluar jeans, baju berwarna yang sekarang kelihatan sendat menutupi badan kerana mayat tersebut mula mengembung. Mereka ini tidak dirompak. Salah satu pergelangan tangan yang lebam, jam tangan Swiss mencatatkan masa terkini, jarum saat masih lagi berdetik sia-sia, menyedut sisa tenaga dari tuannya yang telah mati.
On the other side of the main road, up a track through the debris, we found the bodies of five women and several children. The women were middle-aged and their corpses lay draped over a pile of rubble. One lay on her back, her dress torn open and the head of a little girl emerging from behind her. The girl had short dark curly hair, her eyes were staring at us and there was a frown on her face. She was dead.
Di seberang jalan utama, melepasi serpihan dan runtuhan, kami menjumpai mayat 5 orang wanita dan beberapa kanak-kanak. Wanita-wanita ini dalam usia pertengahan tahun dan mayat mereka terbaring di atas sisa runtuhan. Ada seorang yang terbaring, bajunya terkoyak menelanjangi badannya, dan kelihatan kepala seorang budak perempuan kecil terjujul keluar dari belakang badannya. Budak perempuan itu punya rambut pendek keriting, matanya memandang kami dan kelihatan amarah dari wajahnya. Anak kecil ini sudah mati.
Another child lay on the roadway like a discarded doll, her white dress stained with mud and dust. She could have been no more than three years old. The back of her head had been blown away by a bullet fired into her brain. One of the women also held a tiny baby to her body. The bullet that had passed into her breast had killed the baby too. Someone had slit open the woman's stomach, cutting sideways and then upwards, perhaps trying to kill her unborn child. Her eyes were wide open, her dark face frozen in horror.
Seorang anak kecil yang lain terbaring di tengah jalan terbiar seperti sebuah anak patung terbuang, baju putihnya kotor dengan lumpur dan habuk. Usianya mungkin tidak lebih dari 3 tahun. Bahagian belakang kepalanya pecah akibat letupan peluru yang di tembak ke arah otaknya. Salah seorang mayat wanita ini mendukung rapat seorang bayi kecil. Peluru yang menembusi dadanya telah membunuh anak kecil tersebut juga. Seseorang telah membelah perut wanita tersebut, dari kiri kenan dan ke atas, mungkin ingin membunuh anak dalam kandungannya. Matanya terbelalak, wajahnya diselimuti ketakutan.
Artikel tersebut bukan cerita rekaan tetapi laporan wartawan yang berpeluang melawat kem pelarian Sabra dan Shatila selepas kejadian, iaitu Robert Fisk. Boleh baca laporan keseluruhannya bertajuk Sabra and Shatila.
Yang lebih menyayat hati apabila membaca laporan dari Dr Ang Swee Chang. Seorang sukarelawan Palang Merah bukan Islam yang juga telah menulis buku From Beirut to Jerusalem, hasil dari pengalamannya.
Sedikit sedutan dari laman webnya :
[8:20] But more frightening are the number of new weapons they tested in Lebanon - that time it was the first time Israel exploded phosphorous bombs. So that when phosphorus hits someone it just burns for days and days and then if you wash it - it will burn even more, and the victims just died of phosphorus burns. But this is a different kind - this is called a vacuum bomb. What would happen is that the bomb would go in to a centre, build up very high TNT value, and suck the whole building down - this is an 11 floor building that was sucked in to a heap of rubble, buried within it are 200 people. When I arrived and saw this for myself I know that a doctor can't do much - it is a very humbling experience... I could do nothing to help those people who were buried and killed in this one single bomb attack.
Lebih menakutkan adalah senjata-senjata baru yang diguna cuba di Lebanon - waktu itu buat pertama kalinya Israel meletupkan bom-bom fosforus. Ini supaya, bila fosforus itu menghinggapi seseorang, ia akan terbakar tanpa henti dan jika anda membasuhnya - ia akan membakar lebih lagi, dan mangsa akan mati akibat terbakar. Tetapi yang ini jenis yang lain - ini dipanggil bom vakum. Apa yang terjadi ialah bom tersebut akan menjadi pusat letupan, terbina dari nilai TNT yang tinggi, dan menyedut seluruh bangunan runtuh ke pusat - ini ialah bangunan 11 tingkat yang terperosok runtuh menjadi himpunan runtuhan, menimbus 200 orang di dalamnya. Semasa saya tiba dan melihat sendiri kemusnahan ini saya tahu sebagai doktor tiada apa yang boleh dilakukan - pengalaman yang mengesankan ... Saya tidak dapat menolong orang-orang yang tertimbus dan mati dengan satu ledakan bom ini.
Lelaki tua mati - mata dicungkil keluar - disiksa sebelum mati |
The truth hit me painfully...Besides being shot dead, people were tortured before being killed. They were beaten brutally, electric wires were tied round limbs, eyes were dug out, women were raped, often more than once, children were dynamited alive. Looking at all the broken bodies, I began to think that those who had died quickly were the lucky ones.
Kebenaran yang menyedihkan ini menyedarkan saya... Selain dari ditembak, mereka ini disiksa sebelum mati. Mereka dipukul kejam, anggota-anggota badan dililit dengan wayar elektrik, mata dicungkil , wanita dirogol berkali-kali, anak-anak dibom hidup-hidup. Melihat mayat-mayat ini, saya mula berfikir yang mana mereka yang matinya segera itu adalah mereka yang beruntung.
Boleh menatap gambar dan menonton video kekejaman Yahudi ini di laman tersebut.
*terjemahan dari bahasa inggeris ini saya buat sendiri, jadi minta maaf jika sangat tidak sempurna.
16 September nanti , tarikh kita meraikan penubuhan Malaysia yang merdeka. Bertuahnya setiap dari kita ini.
Segala puji bagimu Ya Allah. Engkaulah yang maha tahu atas segalanya.
~cikgunormah@klcitizen~